Sekolah Pertanian Belanda

. Thursday, October 24, 2013
Sekolah Pertanian Belanda

Belanda oh Belanda
Siapa ingin pergi ke Belanda? Ya, sekedar liburan atau bahkan sekolah S2 di sana mungkin? Pengen banget! Itu pasti jawaban yang muncul. Belanda alias Netherlands memang salah satu tempat incaran para pelajar Indonesia untuk menuntut ilmu. Beberapa universitas terkemuka di Belanda juga sudah melahirkan lulusan yang sukses dalam kariernya. Seperti menteri lingkungan hidup yang sekarang menjabat, Bapak Gusti Muhammad Hatta. Beliau mendapatkan gelar Doktor (Ph.D) bidang Silvikultur di Universitas Wageningen, Belanda. Sekarang beliau sudah profesor loh...

Sebenarnya, selain Belanda, ada banyak negara tujuan untuk melanjutkan pendidikan. Lalu mengapa banyak yang tertarik ke Belanda? Setelah membaca tulisan dan literatur tentang Belanda, saya sedikit tahu mengapa negara kincir angin itu dipilih. Inovasi teknologi yang diakui dunia membuat nama Belanda dikenal banyak pencari ilmu di penjuru dunia. Tidak percaya? Ilmu pengetahuan di Belanda memang bukan barang baru. Bukti nyatanya, teleskop, mikroskop, jam pendulum, dan termometer merkuri merupakan contoh penemuan orang Belanda pada abad 16-17.

Kalau tanya saya...mmm...teknologi yang pertama muncul dalam benak saya ketika mendengar kata Belanda ya bendungannya. Dam. Ingat Amsterdam dan Rotterdam? Keduanya diberi embel-embel nama dam karena memang kotanya berdiri dengan bantuan bendungan. Jangan mengira bendungan ini biasa. Bayangkan jika sebuah kota dibangun di atas air. Berapa besar kekuatan (=baca: teknologi) yang diperlukan untuk menjadikannya daratan? Nah, kedua kota itu memanfaatkan bendungan untuk menahan air laut. Lihat saja letaknya di peta. Ada tepat di pinggir laut (lihat gambar 1 sebelah kiri di bawah ini).


Foto: http://www.rnw.nl/data/files/images/sea-level-captions--rkswtrstaat.jpg, www.admissions.wisc.edu/blogs (diolah)

Di mata dunia, Belanda kadang diberi julukan pancake atau panekuk kata ibu-ibu bilang. Itu karena negaranya memang hampir-ya bisa dibilang amat sangat-rata. Kontur tanahnya landai. Dan tidak ada gunung sama sekali!
Dataran tertinggi di sana hanya sebuah bukit. Tingginya hanya 321 dpl (di atas permukaan laut). Huff, betapa bersyukurnya para pecinta alam tinggal di Indonesia. Di sini lebih banyak gunung untuk disinggahi :) Menurut saya itu tak lebih dari perbukitan. Bahkan titik terendah di Eropa juga berada di Belanda. Tepatnya di Nieuwerkerk aan den Ijssel. Kota di timur laut Rotterdam itu berada di ketinggian sekitar 6,74 m di bawah permukaan laut.

Terendam dong? Iya, faktanya lebih dari seperempat wilayah Belanda berada di bawah permukaan air. Coba lihat lagi gambar di atas. Gambar sebelah kanan yang berwarna biru menunjukkan wilayah belanda yang sebenarnya berada di bawah permukaan laut. Sedangkan yang hijau merupakan wilayah yang berada di atas permukan laut. Walhasil, untuk membuat sebuah kota, wilayah berair itu dipagari bendungan agar aman dari hempasan air laut dan dibantu alat untuk memompa kelebihan air keluar.

Terbayang kan kekuatan laut dengan airnya yang bejibun seberapa dahsyat. Itulah yang dijaga mati-matian oleh orang Belanda agar jangan sampai menimbulkan bencana banjir saat air laut pasang. Mereka membangun tanggul-tanggul penahan air dan bendungan. Walau terbilang bahaya, ada juga penduduk yang tinggal di daerah landai. Tanah di bibir pantai yang berlempung rupanya menarik minat penduduk untuk bercocok tanam. Jenis tanah itu ternyata lebih subur dibandingkan tanah berpasir di daerah yang lebih tinggi. Penduduknya tinggal di rumah yang dibangun di atas gundukan buatan yang disebut terpen. Tinggi gundukannya sampai 15 meter.

Awalnya tanggul hanya dibuat setinggi 1 m. Tujuannya untuk menghalangi air yang masuk merusak pertanaman mereka ketika air laut pasang. Sekitar 1000 masehi, ketika populasi penduduk meningkat dan ancaman banjir semakin kuat karena permukaan air meningkat, mulailah dibuat tanggul yang lebih baik.

Seiring waktu, pembuatan bendungan diperhitungkan dengan tingkat ketelitian tinggi menggunakan teknologi modern. Pantas bila Belanda dikenal sebagai negara dengan manajemen air terbaik di dunia. Garis pertahanan Amsterdam yang terdiri dari bangunan air dan benteng juga diakui dalam daftar kekayaan dunia. Hm, sama seperti karya batik kita yang diakui UNESCO sebagai salah satu World Heritage nih.

Tetapi bukan itu saja. Satu hal lain yang menarik perhatian saya adalah inovasi Belanda di bidang pertanian. Kalau jaman kuliah, kami-anak pertanian-sering menjuluki mereka petani berdasi. Sebenarnya mereka ngga pakai dasi juga sih ketika bertani. Yang saya maksud, mereka adalah petani pemilik usaha skala besar yang sebagian besar aktivitas pertaniannya dilakukan secara mekanik dengan teknologi robotik.

Teknologi tingkat tinggi yang diterapkan dalam sistem pertanian Belanda patut diberi acungan jempol. Contohnya, Anthura. Nurseri yang mengembangkan dan menyilangkan Anthurium (jenis tanaman hias). Nurseri yang terletak di Lansingerland, Belanda itu
memakai teknologi yang mereka sebut tirai diagfragma untuk greenhouse Anthuriumnya. Seperti yang terlihat di foto Mba Rosy-rekan saya yang beruntung banget bisa pergi kesana-di samping kiri.

Atapnya kelihatan belang-belang gelap dan terang kan? Nah bagian atap itu sebenarnya tirai diagfragma. Terdiri dari dua lapisan transparan warna abu-abu (di lapisan bagian bawah) dan belang-belang (di lapisan atas).

Tirai itu dikendalikan secara mekanik sehingga bisa membuka menutup sesuai kebutuhan cahaya, CO2, dan kelembapan tanaman di bawahnya. Bila menginginkan cahaya Video lebih jelasnya saya dapat dari si produsen Leen Huisman. Cara kerjanya c ukup dengan menekan beberapa tombol pengatur. Dalam foto, tirai sedang dalam kondisi membuka penuh. Teknologi itu memperoleh penghargaan lho di ajang Horti Fair 2006 yaitu ajang para pelaku agribisnis seluruh dunia mempertontonkan kelebihan teknologinya.

Selain atap, teknologi lainnya yang diterapkan di greenhouse yaitu sortir tanaman yang melibatkan sistem otomatis penuh seperti produksi Robotic Logiqsagro. Pekerja hanya berdiri di satu tempat, tanaman yang datang menghampiri. Tanaman berjalan seperti berada di atas conveyor belt. Begitu pula untuk pengisian media pot. Jelas itu menghemat tenaga kerja , waktu, dan biaya. Untuk nurseri Dendrobium (jenis anggrek) seluas 3 Ha, Martin Toledo di Westland, Rotterdam, Belanda-si pemilik nurseri-hanya membutuhkan 12 pegawai. Sebelum mengadopsi teknologi itu, ia membutuhkan 40 orang pegawai. Hemat kan?

Saya membayangkan bila teknologi itu masuk ke Indonesia. Masalah hama penyakit dan penurunan kualitas buah mungkin dapat ditekan. Walaupun cuaca bukan kendala-lantaran Indonesia bukan negara 4 musim-keberadaan teknologi pasti membawa dampak positif di tanahair. Sayang, aplikasinya masih padat modal. Namun, menurut saya teknologi tinggi bukan sesuatu yang perlu dihindari walau aplikasinya tidak memungkinkan. Kebiasaan bercengkrama dengan teknologi akan semakin memperkaya imajinasi para peneliti maupun para pembaca. Dan suatu saat nanti, mereka akan melahirkan inovasi yang lebih aplikatif. Pantas bila para calon doktor, master, maupun profesor tertarik datang ke negeri kincir angin. Mereka juga pasti ingin mencicipi manisnya teknologi Belanda.
Saya jadi teringat, dulu—sekitar 3 tahun kemarin—pergi ke pameran pendidikan Belanda dengan teman kos, Mba Desi. Yang diadakan NEC (Netherland Education Center) —sekarang namanya jadi NESO (Netherlands Education Support Office)—di Jakarta Convention Center. Waktu itu ada pameran juga di sebelahnya, saya lupa pameran apa, tapi jadi tertarik mengunjungi pameran NESO itu yang kebetulan diadain di sebelahnya.

Yah, waktu itu kan masa-masa baru tahun pertama kerja. Ngga mengerti juga cari sponsor beasiswa. Jadilah cuma mampir. Sempet terdiam juga melihat seorang perempuan muda yang keliatannya berada duduk di salah satu stan, langsung serius tanya-tanya. Jujur aja saya iri. Enak banget sepertinya tinggal memilih sekolah, biaya sudah ada (padahal tidak tahu juga jadi tidak, tapi saat itu dia terlihat meyakinkan dan akhirnya mengisi sebuah formulir). Meski cuma mampir, ketika pulang kami sempat memasukkan beberapa carik kertas ke kotak yang disediain di depan stan-stan sekolah yang diminati. Saya memasukkan 2 kertas dari 4 kertas kalau tidak salah.

Selang sepekan, telepon saya berdering ketika akan pergi ke tempat relasi kantor. Ternyata dari NESO! Perempuan yang di seberang telepon intinya menanyakan keseriusan saya. Wah, maaf sekali ya Mba :) waktu itu sampai telepon 2 kali (ya karena saya memasukkan 2 kertas), tapi saat itu tak memungkinkan. Padahal persyaratan yang harus dipenuhi tidak ribet juga. Cuma saya sudah tandatangan kontrak di tempat kerja saya. Nah, saran saya untuk yang mau sekolah di luar negeri atau yang serius memilih ke Belanda dateng saja di pameran pendidikan yang diadakan NESO. Mereka juga memberikan beasiswa, StuNed (Studeren in Netherland) namanya. Sayang, tahun ini saya telat lihat pengumumannya :(.

Di Belanda, pilihan bidang yang bisa dipilih cukup banyak. Walau negara yang identik dengan warna oranye itu jadi surga bagi para mahasiswa teknik, ternyata masih banyak alternatif bidang lainnya. Seperti di Universitas Utrecht yang termasuk universitas tertua di Belanda. Ada hukum, seni dan disain, bahasa, budaya, sosial ekonomi, ilmu sosial lainnya, hingga kedokteran hewan juga ada lho! Soal sikap terhadap pendatang baru, penduduk belanda dikenal multikultural. Menghargai perbedaan budaya termasuk soal pendatang. Islam di sana merupakan agama terbesar ketiga.

Sampai sekarang saya juga masih bermimpi terbang ke Belanda. Impian itu serasa segar kembali ketika saya buku tentang belanda The Ducth, I pressume? Buku setebal 146 halaman itu menggambarkan Belanda lewat tulisan dan beragam foto menakjubkan. Penuh semangat dan penuh keceriaan. Penuh warna. Entah kapan saya mengunjungi negeri kincir angin itu, yang jelas bila saya berkesempatan, saya akan memboyong 1.000 foto tentang ribuan inovasi dan keindahan Belanda di balik lensa kamera. Mengunjungi kanal di Utrecht. Mampir di Keunkenhof Park menikmati indahnya tulip. Membidik barisan 9 kincir angin bersejarah di Kinderdijk. Dan membeli a lot of little clogs-alas kaki yang menurut saya mirip bakiak di Indonesia-untuk oleh2. Belanda oh Belanda....

0 comments: